Rabu, 28 Oktober 2009

Koperasi di Indonesia

Kata koperasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu co dan operation. Co berarti bersama sedangkan operation berarti usaha. Penggabungan dua kata ini akan menghasilkan kata usaha bersama. Pengertian itu sesuai dengan definisi koperasi dalam Undang-Undang No. 25 tahun 1992 pasal 1 yang menyatakan koperasi adalah badan hukum yang melaksanakan kegiatanya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi yang berasaskan kekeluargaan.

Keberadaan dan aturan mengenai Koperasi syariah akan diatur dalam amandemen Undang-Undang (UU) Koperasi No 25 Tahun 1992. Karena itu, Koperasi syariah tidak akan masuk dalam pembahasan RUU Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk dibahas DPR RI. Saat ini, amandemen RUU hasil inisiatif pemerintah tersebut telah masuk dalam agenda badan legislatif nasional (Balegnas) untuk masuk dalam program legislatif nasional (Prolegnas) tahun ini.

Menurut Deputi Menteri Bidang Pengembangan Kelembagaan Kantor Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KKUM), Marsudi Rahardjo, bisnis Koperasi syariah di Indonesia terus berkembang cukup signifikan dalam lima tahun terakhir. Bahkan, pengembangan bisnis Koperasi berbasis non bunga itu diyakini akan menjadi tren dalam beberapa tahun mendatang.

Namun, kata Marsudi, hingga saat ini Koperasi syariah belum diatur dalam UU. ''Saya kira ini (Koperasi syariah, Red) sesuatu yang baru dalam lima tahun terakhir. Saya melihat trennya terus menaik. Masyarakat yang tidak pas dengan sistem konvensional kemudian mengakses Koperasi jasa simpan pinjam syariah atau koperasi biasa tapi yang berbasis syariah,'' kata dia kepada Republika usai menghadiri rapat tahunan Induk Koperasi Syirkah Muawanah (Inkopsim) PBNU, Jumat, (15/2) sore.

Untuk mengatasinya, sambung Marsudi, KKUM memutuskan menerbitkan peraturan menteri (Permen) tahun lalu. Peraturan tersebut menjadi peraturan sementara yang mengatur tata cara pendirian dan operasi bisnis Koperasi syariah. ''Kita sudah atur secara lengkap dalam Permen tersebut untuk menjadi pegangan bagi pengelolan koperasi syariah,'' ujar dia.

Hanya saja, kata Marsudi, permen tidak memiliki kekuatan hukum sebagaimana UU. Karena itu, untuk mendukung perkembangan bisnis Koperasi syariah di Indonesia, KKUM menginginkan agar Koperasi syariah masuk dalam amandemen RUU Koperasi. Saat ini, lanjut dia, DPR masih membahas RUU UMKM dan diharapkan selesai pertengahan tahun ini.

Selanjut, sambung Marsudi, barulah dibahas amandemen UU Koperasi. Ia berharap, amandemen tersebut bisa selesai dan diundangkan akhir 2008. Dijelaskan Marsudi, Koperasi syariah tidak akan masuk dalam RUU LKM yang diusung oleh DPD karena Koperasi syariah memang telah direncanakan masuk dalam amandemen RUU Koperasi. Tujuannya, kata dia, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pengawasannya.

Mengenai baitulmalwatamwil (BMT), Marsudi menuturkan bahwa pihaknya tidak menangani lembaga mikro syariah itu. ''Tapi, sepanjang BMT itu berbadan hukum Koperasi, itu kewenangan kami untuk membina termasuk dalam UU,'' kata dia.

Menyinggung mengenai penghimpunan dana masyarakat, Marsudi berharap agar Koperasi syariah melaksanakan sesuai aturan yang berlaku. Pasalnya, hingga kini terdapat sejumlah Koperasi konvensional yang melakukan penghimpunan dana masyarakat tanpa menjadikan mereka sebagai anggota terlebih dahulu. Hal itu, kata dia menegaskan, bertentangan dengan UU Perbankan dan dapat dituntut secara hukum. ''Kalau Koperasi syariah saya belum pernah dengar. Karena itu, saya berharap hal ini tidak terjadi pada koperasi syariah,'' cetus Marsudi.

Ketua Umum Yayasan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk), Muhammad Amin Aziz, mengaku tidak mempermasalahkan tidak masuknya Koperasi syariah atau BMT berbadan hukum Koperasi dalam RUU LKM. Alasannya, sejak wal Pinbuk mengharapkan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) tersebut masuk dalam amandemen RUU Koperasi.

Mengenai penghimpunan dana masyarakat, Amin mengungkapkan, Koperasi syariah umumnya mengajak masyarakat menjadi anggota sebelum melakukan penjaringan dana maupun dalam penyaluran pembiayaan. Saat ini, menurut Amin, jumlah BMT di Indonesia tercatat sekitar 3.200 buah. Aset mereka saat ini diestimasi mencapai Rp 3,2 triliun. Hingga akhir tahun ini ditargetkan aset mereka bisa tumbuh menjadi Rp 2,8 triliun. Target ini ditetapkan berdasarkan peluang semakin berkembangnya pembiayaan pertanian melalui BMT.

Selain itu, sambung Amin, pembiayaan perumahan syariah oleh BMT tahun ini juga akan meningkat tajam. Pasalnya, BMT dilibatkan sebagai mitra Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) dalam menyalurkan pembiayaan perumahan bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Designed by Animart Powered by Blogger